Peranan IQ, EQ, dan ESQ dalam membenahi kualitas dunia pendidikan

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah SWT kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan kecerdasannya, manusia dapat terus menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus menerus.Fakta menunjukkan bahwa IQ bukanlah penentu kesuksesan. EQ dewasa ini menjadi pertimbangan. Bagaimana orang dapat mengatur hidupnya, bagaimana orang dapat berkomunikasi, bagaimana orang dapat melakukan pendekatan ke orang lain perlu diasah dan dipelajari.

Jika ditanya, IQ, EQ, ESQ, mana yang lebih utama ? Jawabannya tergantung situasi dan kondisi siswa kita, mana yang harusnya diasah lebih dahulu. Yang pasti, ketiganya harus kita sentuh. Kecerdasan otak, kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. 3 hal yg cukup berpengaruh untuk menentukan kesuksesan seseorang. Seharusnya IQ, EQ berimbang.

Dalam GBHN tertera bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk manusia yang utuh. Maksudnya meliputi berbagai aspek tidak hanya  intelektual. Tapi juga emosional dan spiritual. Namun, kenyataannya pendidikan pada masa ini hanya menjadikan peserta didik pandai dari segi nalar. Sehingga banyak lulusan sekolah yang rapuh sehingga tidak mampu menghadapi problematika kehidupan. Salah satunya dapat dilihat dari pelaksanaan UN yang penuh dengan kecurangan.

Menanggapi berbagai macam pendapat dan alasan mengenai kecurangan UN, marilah kita berkaca pada pengalaman yang lama, semenjak sistem UN berjalan dan dengan segala perubahannya sampai saat ini, Sistem UN sudah berjalan dengan baik dan benar, tidak menyalahkan sistem, tetapi bagaimana dengan pelaksana atau pelaku sistem sendiri tidak siap dengan kegagalan proses.

Bagaimanapun membiarkan, mengajak, melakukan ataupun memerintahkan kecurangan dalam pelaksanaan UN sama halnya dengan menggali kuburnya sendiri bagi dunia pendidikan. Karena jika kita terlibat dalam berbagai bentuk kecurangan itu artinya kita telah memberi teladan buruk kepada generasi penerus bangsa ini. Dapat dibayangkan apa yang terjadi di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, dalam makalah ini saya akan memberikan sedikit cara bagaimana memaksimalkan peranan IQ, EQ, dan ESQ sehingga dapat membenahi kualitas dunia pendidikan kita yang semakin memburuk.

Tulisan ini bertujuan untuk menunjukkan bagaimana peranan IQ, EQ, dan ESQ dalam membenahi kondisi dunia pendidikan, serta memaksimalkan peranan IQ, EQ, dan ESQ sehingga dapat membenahi kualitas dunia pendidikan kita yang semakin memburuk.

Terutama untuk memperbaiki moral para peserta didik dan mengurangi tingkat kecurangan dalam sekolah, sehinga dapat tercipta siswa yang benar-benar bermutu. Serta sebagai acuan guru dalam meningkatkan kualitas peserta didiknya. Sehingga didapatkan lulusan yang benar-benar berkualitas. Tidak Cuma berkualitas IQ nya, tapi juga EQ dan ESQ nya.

Pengertian IQ, EQ dan ESQ

Sebelum membahas bagaimana peranan IQ, EQ, dan ESQ, alangkah baiknya jika kita mengetahui apa saja pengertian dari IQ, EQ, dan ESQ itu sendiri. Sehingga dengan begitu kita bisa lebih memahami dan bisa mempermudah kita untuk menerapkannya dalam keseharian kita. Adapun pengertiannya adalah sebagai berikut :

  • Kecerdasan Akal (IQ)

Kecerdasan akal disebut juga dengan IQ. IQ bisa diukur dengan menggunakan instrumen tertentu semisal tes. Jika ukurannya 90 ke bawah berarti IQ-nya dibawah rata-rata; 110 berarti rata-rata; lebih dari 120 adalah diatas rata-rata; dan diatas 130 berarti superior (jenius).

IQ tidak dapat berkembang. Jika seseorang terlahir dengan kondisi IQ sedang, maka IQ-nya tidak pernah bisa bertambah maupun berkurang. Artinya, jika seseorang terlahir dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cukup, percuma saja dia mencoba dengan segala cara untuk mendapatkan IQ yang superior (jenius), begitu pula sebaliknya.

  • Kecerdasan Emosional (EQ)

Adalah Daniel Goleman (1999), salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni Kecerdasan Emosional (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.

Pusat dari EQ adalah “qalbu” . Hati mengaktifkan nilai-nilai yang paling dalam, mengubah sesuatu yang dipikirkan menjadi sesuatu yang dijalani. Hati dapat mengetahui hal-hal yang tidak dapat diketahui oleh otak. Hati adalah sumber keberanian dan semangat , integritas dan komitmen. Hati merupakan sumber energi dan perasaan terdalam yang memberi dorongan untuk belajar, menciptakan kerja sama, memimpin dan melayani.

Kecerdasan Emosional (EQ) tumbuh seiring pertumbuhan seseorang sejak lahir hingga meninggal dunia. Pertumbuhan EQ dipengaruhi oleh lingkungan, keluarga, dan contoh-contoh yang didapat seseorang sejak lahir dari orang tuanya.

  • Kecerdasan Emosional dan Spiritual (ESQ)

Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan dalam menghadapi persoalan makna / value untuk menempatkan perillaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya.Kecerdasan ini merupakan gabungan EQ dan SQ. ESQ harus dijaga dan dimunculkan.

Bagaimana kondisi dunia pendidikan saat ini ?

Adalah suatu hal yang tak dapat dipungkiri bahwa, dunia pendidikan pun saat ini tak luput dari berbagai kecurangan. “Ini fakta, ini nyata dan ada di sekitar kita”. Salah satu contoh kecil saja adalah pelaksanaan UN yang setiap tahun dilaksanakan di setiap jenjang pendidikan, meskipun kita semua sudah berkomitmen untuk merahasiakan dokumen negara tersebut, toh di sana-sini masih terdapat kecurangan.

Dunia pendidikan tidak akan maju walaupun sistem sudah baik, kalau para pelaku sistem itu sendiri tidak diperbaiki. Guru dan kurikulum adalah komponen penting dalam sebuah sistem pendidikan. Keberhasilan atau kegagalan dari suatu sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh dua faktor tersebut.

 
Generasi rusak ditentukan oleh rusaknya mentalitas faktor panutan hidup generasi tersebut. Pendidikan merupakan institusi yang mesti menjunjung tinggi moralitas. Sampai kapan pun.

Tapi lihat, masihkah moralitas itu dalam realitasnya masih kita pegang, ketika kecurangan dalam UN berjalan secara sistemik di beberapa daerah.

Mutu pendidikan tidak akan meningkat. Sebab yang diutamakan adalah kuantitas tamatan, bukan kualitas. Yang sudah menjadi rahasia umum dikalangan pendidikan. Pembodohan terhadap peserta didik ( membantu siswa dengan tidak jujur ) dan pembohongan kepada masyarakat ( pencapaian nilai yang direkayasa ).

Sangat terlihat jelas betapa tidak seimbangnya peran IQ, EQ dan ESQ membawa dampak negatif yang sangat luas terhadap penyelenggaraan pembelajaran dan berdampak pada perkembangan siswa dan kualitas pendidikan kita.

Jika kecurangan UN masih terus berjalan, maka dengan sendirinya kualitas pendidikan kita akan cenderung sulit meningkat. UN yang diharapkan sebagai ukuran bagi keberhasilan pendidikan kita, ternyata dipenuhi dengan praktik ketidakbenaran. Dan praktik kecurangan seperti ini menjadi wujud pembohongan terhadap hakikat pendidikan yang semakin terlembaga. Oleh karena itu, praktik kecurangan tersebut akhirnya membuat pelaksanaan UN pada tahun 2008 menuai kecacatan.

Dunia pendidikan kita memerlukan tindakan penyelamatan serius. Jika tidak, ‘produknya’ akan lebih banyak orang-orang tidak berkualitas untuk tidak mengatakan ‘sampah’. Pasalnya, hampir semua elemen yang terlibat di dalamnya, termasuk para pendidik, lebih mementingkan hasil akhir dari pada proses.

Pendidikan sekolah bukan lagi satu-satunya tumpuan keberhasilan seseorang dalam meraih kebahagiaan. Sistem pendidikan yang dikenal selama ini hanya menekankan pada nilai akademik, kecerdasan otak saja. Siswa dituntut belajar mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi sekedar supaya memeroleh nilai bagus yang dapat dijadikan bekal mencari pekerjaan.
Kecerdasan IQ ditengarai tidak berjalan seimbang dengan dua kecerdasan lainnya, yakni kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual. Di sisi lain, dijumpai kekerasan dan penyimpangan perilaku. Keahlian dan pengetahuan saja tidaklah cukup, perlu ada pengembangan kecerdasan emosi, seperti inisiatif, optimis, kemampuan beradaptasi.

Sekolah merupakan pendidikan formal yang mengasah kemampuan otak. Siswa belajar, supaya bisa membaca menulis dan berhitung. Selama ini, masyarakat hanya mendewakan pencapaian kecerdasan intelektual, yang berhubungan dengan kemampuan menghafal, nalar, dan logika. Pendidikan dengan pola demikian, hanya akan menghasilkan seseorang yang berdasar intelektual komitmen yang hanya menyangkut hal-hal yang bersifat fisik atau materi, contohnya, pelajar yang hanya ingin memeroleh nilai tinggi saat ujian, termasuk menghalalkan segala cara supaya mendapat nilai baik dengan mencontek pekerjaan teman. Ini adalah dampak dari dunia pendidikan yang hanya mementingkan IQ dan mengenyampingkan EQ dan ESQ.

Bagaimana cara membenahi kondisi dunia pendidikan saat ini ?

Melihat berbagai fakta yang terjadi, begitu fatalnya akibat dari dunia pendidikan yang hanya mementingkan IQ dan mengenyampingkan EQ dan ESQ. Maka cara yang harus kita lakukan adalah tidak perlu pesimis tetapi tinggal memperbaikinya saja. Teori memperbaikinya mudah, tetapi prakteknya membutuhkan kesabaran, ketelatenan dan harus mau menyisihkan waktu guna memperhatikan, mendampingi dan membimbing anak didik kita.

Tuhan Maha Adil, sebenarnya kita memiliki semua kecerdasan ini tetapi tidak pernah kita asah bahkan kita munculkan. Untuk menjadi seorang pribadi yang sukses kita harus mampu menggabungkan dan mensinergikan IQ, EQ, dan SQ. Ilmu tanpa hati adalah buta, sedangkan ilmu tanpa hati dan jiwa adalah hampa. Ilmu, hati, dan jiwa yang bersinergi itulah yang memberikan makna.

Pengembangan kecerdasan anak hendaknya dilakukan sedini mungkin. Selama ini banyak orang menganggap bahwa jika seseorang memiliki tingkat kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, maka orang tersebut memiliki peluang untuk meraih kesuksesan yang lebih besar di banding orang lain. Pada kenyataannya, ada banyak kasus di mana seseorang yang memiliki tingkat kecerdasan intelektual yang tinggi tersisih dari orang lain yang tingkat kecerdasan intelektualnya lebih rendah. Ternyata IQ yang tinggi tidak menjamin seseorang akan meraih kesuksesan.

Oleh sebab itu kecerdasan intelegensi, kecerdasan emosi, haruslah diimbangi dengan kecerdasan spiritual (SQ). Tapi, semuanya harus menyatu. Jika bekal IQ, SQ dan EQ yang kita miliki tidak menyatu, maka akan membuat kita lebih buruk lagi.

Tinggalkan komentar